Language: Bahasa Indonesia gaul, with a casual amount of English
Killian Court during freshman pre-orientation 2015 (Left) and commencement day 2019 (Right) |
L: Bro, pertama-tama congrats dulu uda lulus ya wkwkwk!
R: Haha ga nyangka juga sih, sudah lewat aja.
L: Ngomong-ngomong nih, habis lulus ceritanya ngapain? Kerja?
R: Masih lanjut ke grad school sih, jadi mahasiswa abadi haha.
L: Grad school? Maksudnya gimana?
R: Graduate school, atau grad school for short, itu mencakupi program Master (S2) dan Doktor (S3). Kemarin itu, aku daftarnya program S3 sih. Di Amerika, program Doktornya sendiri agak unik sih. Sebagai contoh, sarjana kedokteran, MD (Doctor of Medicine), atau hukum, JD (Doctor of Jurisprudence), itu gelar S3, beda dengan sistem pendidikan Indonesia. dimana ilmu kedokteran dan hukum bisa dipelajari di tingkat S1.
L: Oh benar juga ya. Pantas dulu sering bingung ada jurusan pre-med buat S1. Berarti itu persiapan menjadi dokter gitu?
R: Haha ya, dan umumnya gelarnya sangat susah untuk didapatkan. Oleh karena itu, profesi dokter dan ahli hukum di Amerika sangatlah bergengsi dan dihargai (dan digaji tinggi), karena memang butuh waktu yang relatif panjang sebelum bisa bekerja di bidang tersebut.
L: Masuk akal sih. Trus postdoc itu apa ya? Itu grad school juga bukan sih?
R: Bukan haha. As the name implies, post-doctoral itu adalah program setelah punya gelar doktor, tapi masih mau belajar riset di setting akademia. Mungkin karena mau mencoba riset yang berbeda, atau memperdalam ilmu yang sudah didapat, tapi ujung-ujungnya sih ini buat mereka yang pingin jadi profesor sih, jadi persiapannya harus benar-benar matang dulu sebelum nyari kerja.
L: Terus you kemarin daftarnya jadi MD?
R: Aku kemarin daftarnya jadi ke program PhD (Doctor of Philosophy) sih haha. Eh, tapi jangan salah ya, ini bukan program ilmu filsafat! Kalau menurut Wikipedia,
"A Doctor of Philosophy (PhD, Ph.D., or DPhil) is the highest university degree that is conferred after a course of study by universities in most countries. PhDs are awarded for programs across the whole breadth of academic fields. As an earned research degree, those studying for a PhD are usually required to produce original research that expands the boundaries of knowledge, normally in the form of a thesis or dissertation, and defend their work against experts in the field."
Secara singkatnya sih, PhD adalah gelar untuk seorang pakar riset di suatu bidang, dan gelar ini biasanya adalah sebuah syarat mutlak buat menjadi profesor atau instruktur kuliah di Amerika. Walaupun begitu, di jaman now yang sungguh canggih ini, gelar PhD sudah banyak dibutuhkan di berbagai bidang lain: industri (contoh kalau mau mengepalai research group di perusahaan biotek), hukum (contoh patent lawyer harus ngerti ilmu sainsnya dulu sebelum bisa menulis paten yang menyeluruh), medis (semakin banyak crosstalk antara dokter dengan insinyur, dsb.), finance (venture capital, sebagai contoh, perlu ilmu dasar di bidang sains sebelum dapat berikan investasi), dst.
L: Lah bro, bukannya kemarin itu kita baru lulus S1? Kok bisa langsung lanjut PhD? Kalau MD kan jelas, tapi bukannya PhD butuh gelar Master dulu?
R: Haha ya, jadi di Amerika itu, kamu sebenarnya bisa langsung S3 setelah lulus S1 (so precisely why you can do an MD right away). Dulu kaget juga sih haha, karena sebenarnya program PhD di Amrik itu panjang banget, bisa 5-6 tahun, dan memang dirancang seperti program S2+S3 di negara lain.
L: Maksudnya?
R: Jadi 1-2 tahun pertama kamu masih harus ngambil kelas dulu, dan kemudian ada ujiannya (QE, qualifying examination). Nah, setelah lulus QE, baru kamu dinyatakan sebagai kandidat PhD secara resmi dan melakukan riset intensif selama 3-4 tahun. Di negara lain, PhD student umumya ga perlu lagi ngambil kelas, langsung riset from the get-go, jadi program mereka lebih singkat.
L: Lah, kalau misalkan sudah punya gelar master, bisa lebih cepat lulus 1-2 tahun ga?
R: I don't think so. Kamu harus ulang lagi sih ngambil kelas, terutama apabila gelar master kamu bukan dari sekolah tempat kamu ambil PhD. Jadi kelas yang bakal kamu ambil di PhD itu sebenarnya kelas/seminar yang sudah disusun sesuai dengan tenaga ahli (expertise) di sekolah tersebut. Jadi, walaupun judul matkulnya bisa saja termodinamika dasar, sebagai contoh, bisa saja di kelas tersebut kamu diajari aspek termodinamika dan prospek risetnya yang ada di sekolah tersebut. Anggap saja kelas-kelas tersebut sebagai pengenalan riset sekolah tersebut, jadi memang wajib diambil lagi.
L: Ah, I see. Tapi setidaknya kalau punya gelar master, pasti lebih mudah masuk kan daripada yang bachelor aj?
R: That also might not true in some cases. Tergantung banget gelar master kamu dari mana. Nah, di Amerika ini, sebenarnya masih suka banget mengambil lulusannya sendiri (so lucky you), karena sudah ada track record yang jelas. Nah, jadi kalau disuruh milih, misal gelar master di Eropa/Asia vs gelar bachelor di Amerika, mungkin saja yang lulusan S1 yang diterima.
L: Berarti kasihan dong mereka yang kuliah di OxBridge atau NUS/NTU? Padahal sekolahnya kan ga kalah bagus.
R: Kembali lagi, yang dilihat sebenarnya bukan gelar sih, melainkan prestasi/pengalaman riset kamu, dan ini bisa dilihat dari resume, statement of purpose, dan letter of recommendation-mu (bakal aku bahas lebih lanjut di part 2). Nah, tentu saja, jika kamu mendaftar di Amerika, profesor-profesor sana akan lebih mengenal profesor-profesor atau perusahan-perusahaan lain di negaranya sendiri, jadi bobot dan kredibilitas surat rekomendasimu tentunya akan lebih tinggi jika kamu memiliki pengalaman kerja di Amerika. Dan (hampir) pastinya, kualiatas riset-mu itu kelas dunia, karena susah banget untuk menjadi profesor di Amerika jika tidak benar-benar hebat haha.
L: Fair enough. Trus, syarat buat lulus PhD tuh gimana?
R: Kamu technically dinyatakan lulus PhD ketika kamu telah menyelesaikan disertasi kamu, dan itu beda-beda sih kriteria nya tiap sekolah. Ada beberapa sekolah yang hanya kumpul dokumen, ada yang masih thesis-defense style, ada juga yang mengharuskan publikasi di jurnal internasional. Tapi essentially, kamu lulus ketika profesor (PhD advisor) kamu merasa kamu sudah "pantas", jadi penilaiannya sebenarnya masih "subjektif." Beberapa profesor mungkin mengharapkan banyak dari seorang kandidat PhD (sebagai contoh, >1 publikasi jurnal internasional sebagai first author, jadi PhD nya bisa jadi 6-7 tahun) sementara profesor lain tidak terlalu peduli asal kamu bisa menghasilkan minimal 1 publikasi yang berkualitas.
L: Kok jadi pusing ya bacanya? Bagaimana kalau sudah susah-susah masuk, kita ga bisa nyelesain program PhD-nya? Rugi waktu dong?
R: In that case, (mungkin tergantung sekolahnya juga sih), kalau kamu drop out setelah lulus QE, kamu masih bisa keluar dengan minimal gelar master (S2). Oleh karena itu juga, sebenarnya sih, orang-orang di Amrik itu mengambil PhD setelah 2-5 tahun bekerja (baik di bidang akademik atau industri), karena ini adalah komitmen yang cukup panjang. Jadi, mereka yang ngambil PhD itu karena memang sudah yakin mau ambil, dan bakal diterusin sampai selesai. Berdasarkan pengamatanku kemarin, yang benar-benar fresh graduate S1 paling hanya 30-50%, sisanya sudah lebih punya pengalaman di dunia kerja.
L: PhD bayarnya pasti mahal ya bos *sambil merogoh kocek*? Gimana dong kalau kita ga bisa dapat beasiswa dari luar?
R: On the contrary, PhD di Amerika itu (setidaknya di sekolah yang top) itu GRATIS*! Mengapa? Karena anggapannya begini. Kamu, walaupun statusnya masih sebagai murid, sebenarnya sudah memberikan kontribusi untuk sekolah atau lab tersebut lewat publikasi, paten, dsb selama masa studimu. Jadi, sama saja seperti kamu diupah sebagai researcher, walaupun ya, "gaji"-mu gak bakalan besar i.e pas-pasan (for the amount of work that you are expected to, you're usually underpaid lol. But beggars can't be choosers, I guess). Tapi setidaknya, ketika kamu diterima di sekolah tersebut, pendidikanmu dijamin bakal gratis (termasuk biaya kuliah, asuransi kesehatan, stipend untuk bayar akomodasi dan makanan, fasilitas sekolah, dsb) sampai kamu lulus**!
*the statement may not hold true for a PhD degree from non-US countries.
** karena kamu sudah dibiayai juga dari sekolah, kamu tidak diharapkan untuk kerja sambilan atau magang di luar lagi, melainkan untuk menjadi budak lab :(
L: Lah, bagaimana dengan program S3 lainnya? Atau yang S2 dan S1? Gratis juga tidak?
R: It's a sad, resounding no. Ingat bahwa untuk program S3 lainnya (contoh MD atau JD) ataupun S2 (termasuk MBA, MEng, dsb) dan S1, kamu memang benar-benar hanya belajar dan tidak (diharapkan untuk) memberikan kontribusi balik buat sekolah tersebut. Untuk program-program studi tersebut, biasanya dari sekolah ada jalur beasiswa yang terpisah, yang umumnya sangat kompetitif (jika merit-based) dan tidak terbuka untuk murid internasional, atau harus ambil pinjaman (loan) sama sekolah atau bank. Kamu juga bisa sih nyari beasiswa lain seperti LPDP dari pemerintah Indo.
L: Bro, you seem to have it all figured out. Was it easier for us to apply this time around? Kemarin kayaknya daftar ke MIT minder banget haha. Aku mulai dari sekarang jadi harus persiapan apa sih?
R: Haha bego loh. We're the same person lol. Of course the answer is gonna be a no. Aku jujur juga sangat pesimis pas daftar, soalnya MIT dulu kita emang hoki banget. Aku saja baru tahu ini semua pas junior summer, pas orang lain sudah head start mungkin, aku mulai cari-cari info.
But the thing is, in hindsight, I think we overall did the right thing. Just do whatever you're passionate about, have fun, ga perlu tuh kejar ke sana kemari hanya buat bangun resume. I mean it's cool if you do, but you'll be wasting the precious, perhaps one last opportunity to figure out who you truly are. Ingat aja, kalau undergrad tuh bukan buat riset saja, tapi juga buat teman, komunitas, dsb. Kamu kalau grad school ga bakal bisa have fun seperti ini lagi loh. Jadi benar-benar enjoy your time di MIT, no regrets, ga perlu khawatir terlalu banyak sampai tahun ke-3 lah. Cause y'know, if the PhD/research life is really meant for you, sooner or later you'll find it anyway, even if it takes you a few years longer.
L: Ada one last piece of advice ga buat pembaca yang lain? *broke the fourth wall*
R: Take a chance. Because you never know how absolutely perfect something could turn out to be - Unknown :)
~~to be continued.
Wah cool! mantap banget penjelasannya kak Val. Btw pas kakak apply kuliah ke MIT personal statement kakak gimana sih? pengen tau banget biar bisa jadi referensi aku buat apply ke universitas di luar negeri juga kak heheh
ReplyDelete