How to grad app in USA: Part 2 // A Recollection

Language: A confusing mix of Bahasa Indonesia and English


Name tags from my visit weekends. From left to right: Harvard BBS, UCSF BMS, Yale IBIO, Johns Hopkins BME, UC Berkeley-UCSF Joint BE, Stanford Immuno, MIT BE

To start off, this is by no means a comprehensive guide to applying to your dream graduate schools in the States, but rather some (hopefully useful) observation and insight, based on my own personal experiences, for you, the future Indonesian applicants. As always, your best resource would be your desired program's website. You can also find out more by visiting indonesiamengglobal.com or participating in its mentorship program. Good luck!


...


I spent the bulk of senior year at MIT applying for PhD programs in the States. Kenapa hanya di Amerika? Nah, ini tergantung banget sih apa jurusan yang ingin kamu kejar. Berdasarkan pengalamanku magang riset di Imperial College London, aku merasa bahwa untuk ilmu biomedis khususnya, Inggris Raya — dan aku pikir sama juga untuk negara lainnya — masih tertinggal jauh dengan Amerika (dari segi funding  dan filosofi/pola pikir). Tentu saja, ini mungkin berbeda untuk bidang yang lain.

Nah, jujur, pas aku mulai daftar, itu takut dan bingungnya setengah mati. Ya memang, kamu bisa dapatkan semua persyaratan dan informasi melalui website sekolah tujuanmu, tapi pastinya ada beberapa hal yang hanya bisa diketahui jika punya kenalan orang dalam atau orang yang pernah melewati proses tersebut. Untungnya sih, di MIT, aku overlapped dengan beberapa kakak kelas asal Indonesia yang sekarang sudah kuliah S3 juga, jadi agak terbantu. Sekarang, aku mau sharing beberapa hal yang aku pelajari dari mereka, atau yang aku belajar sendiri selama masa pendaftaran, dan mudah-mudahan bisa membantu teman-teman.

For context, I applied only to biomedical sciences and biological engineering programs, on the east coast and the west coast, so my experience may only be representative of these programs at these locations. However, I will try to include any known exception (for other programs, at other schools, with an asterisk *) that I'm aware of as much as I could. 

  • Pick a school or program with at least 3 lab affiliates that you can potentially work in

    PhD di Amerika itu lumayan unik. Tidak seperti PhD di Eropa dimana kamu mendaftar PhD ke lab impianmu secara langsung (dengan sebuah ide/proposal sudah di tangan), di Amerika kamu mendaftar ke sekolah atau institusinya, tempat lab impianmu berada*. Nah, ini tentunya bisa menjadi masalah jika kamu diterima ke sesuatu sekolah — sebergengsi apapun sekolah itu, jika kamu hanya mengejar brand sekolah — tapi eh ternyata, topik riset yang kamu mau tidak ada, atau lab yang kamu incar sedang tidak menerima murid PhD baru. Karena itu, sangatlah penting untuk memilih sebuah sekolah dimana kamu tertarik dengan setidaknya 3 profesor/lab (sebagai backup). Jaman sekarang, hampir semua lab pasti punya website tersendiri, beserta tema riset dan publikasi terbaru mereka, yang bisa kamu akses dengan sangat mudah. Aku sarankan, untuk skim through semua lab yang ada di sekolah tersebut, kira-kira ada gak yang kamu cocok.

    I also suggest applying to at least 10 schools**, terutama jika kamu tidak punya pengalaman studi/kerja di Amerika sebelumnya (see my part 1 for the reason). Daftar PhD di Amerika, terutama di sekolah top, itu sangatlah susah, terutama karena status-mu sebagai murid internasional. Banyak sekolah memiliki kuota yang sangat terbatas (mungkin hanya 1-2 orang) buat murid internasional tiap tahunnya — karena bayangkan, jika mereka menerima kamu, mereka harus siap membayar >$500k untuk membiayai studi PhDmu sampai tuntas*** — sehingga seleksi kita umumnya jauh lebih kompetitif daripada pendaftar lokal (i.e US citizens or permanent residents). For instance, some bio programs kemarin ada yang nerima hanya anak internasional yang sudah first-author NCS (Nature, Cell, Science. The most reputable journals in the field of biomedicine). Bahkan, beberapa program/sekolah kemarin ada yang sampai melarang anak internasional mendaftar karena pasti tidak diterima. So, just to be on the safe side, coba daftar aja ke sebanyak-banyaknya sekolah yang risetnya dan lokasinya (more will be discussed down below) menarik buat kamu (it does get pretty costly to apply to many schools, jadi sewajarnya aja / sesuai budget).

    Hal terakhir yang aku mau singgung adalah cara memilih antara program umbrella atau program spesifik, jika pilihan itu tersedia****. Umbrella program, seperti program Biological and Biomedical Sciences (BBS) di Harvard, adalah program besar yang menaung banyak cabang dari ilmu biomedis, dari bioinformatika hingga imunologi. Tetapi, di Harvard, kamu juga bisa daftar secara spesifik ke program PhD bioinformatika atau imunologi yang lebih kecil. Apa keuntungan dan kekurangan dari masing-masing program? Nah, tentunya di program yang lebih besar, mereka menerima murid yang jauh lebih banyak dibanding program yang spesifik. Selain itu, di program BBS, kamu diberikan fleksibilitas untuk melakukan riset di cabang biomedis manapun, tidak dibatasi seperti di program yang spesifik. Akan tetapi, jika kamu memang sudah yakin dengan cabang yang kamu ingin tekuni, aku saranin untuk daftar ke program yang lebih kecil, karena biasanya kurikulumnya lebih dikhususkan untuk cabang tersebut, dan kamu biasanya akan dapat perhatian dan bantuan (termasuk uang gaji) yang lebih besar dari departemen kamu.
     
    *may not be true for some programs. For instance, my Immunology program at Stanford does this, while the ecology program, also at Stanford, does application directly to the lab. Please double check with your intended program.

    ** usually, you can only apply to one PhD program within each school, though some schools like Harvard does make an exception (you can apply to multiple programs to up your chances)


    ***
    Juga, tidak seperti murid lokal, duit buat murid internasional ga bisa didanai lewat duit pemerintah (dilarang oleh pemerintah Amerika), sehingga sekolah harus bayar dari 'kocek'nya sendiri, baik itu dari uang sumbangan filantropis atau alumni sekolah, uang hasil paten, dst.

    ****beberapa sekolah melakukan admission gabungan dari kedua cara tersebut. Mungkin awalnya kamu daftar ke departemen itu secara umum, tapi oleh admission committee kamu akan ditempatkan ke sebuah home program yang spesifik, sesuai dengan esai, buat interview kamu. 
  • Organize your thoughts with a master spreadsheet

    I found it really nice to have an Excel spreadsheet listing all the requirements (Statement of Purpose (SoP) prompt, GRE and TOEFL requirement, application fee, deadline, application ID and password, etc.) to keep your thoughts organized. It's also really handful later on, when you're deciding between schools, what the pros and cons of each school 'really' is, after you visit them (kamu bisa terkejut betapa banyak hal menarik atau buruk mengenai sekolah tersebut yang tidak ditampilkan di website ketika kamu mengunjungi sekolah itu. Contohnya, aku tidak tahu seberapa buruk tingkat kriminalitas di Baltimore, dimana Johns Hopkins berada, hingga ada yang cerita bahwa 'lumayan sering' terjadi penembakan di area kampus. Nah, rumor/stigma seperti ini, bisa benaran nyata, atau sebenarnya hanya dilebih-lebihkan (exaggerated) atau malah hoax. Untuk itu, kamu harus berada di sana dulu dan ngomong dengan orang sekitar baru tahu kebenarannya).
  • Prioritize on your Statement of Purpose (SoP) and Letter of Recommendations (LoR) above all else

    Grad school application has a few components — dan umumnya semua butuh GRE (walau GRE* requirement mulai ditiadakan buat beberapa program PhD), TOEFL (jika tidak lulus dari S1 yang bahasa pengantarnya semua dalam bahasa Inggris), CV/resume, dan transkrip** —  but the most crucial of them all are your SoP and LoR.

    Untuk SoP, walau prompt esainya mungkin agak berbeda di setiap sekolah, secara umum akan meminta kamu untuk menulis apa saja riset yang pernah kamu lakukan — mulai dari hipotesa, eksperimen yang kamu kerjakan, hasil dan kesimpulan. Jika berhasil ataupun gagal, apa saja yang bisa ditarik atau dipelajari dari pengalaman tersebut. Ini harus mengisi kurang lebih 80% dari SoP kamu. Nah sisa 20% nya, bisa kamu gunakan untuk menulis latar belakangmu — baik itu cerita keluarga, sekolah, atau komunitas dimana kamu dibesarkan. Apasih yang mendorong kamu untuk akhirnya mengejar PhD di bidang ini —  dan juga 2-3 riset/lab yang kamu tertarik di sekolah itu. Memang, apapun lab yang kamu tulis di SoP  tidak akan menjamin atau mengikatmu ke lab tersebut, tapi setidaknya itu menjadi indikasi bagi sekolah tersebut bahwa kamu memang tertarik dengan mereka, because you've done your own research about them.

    What works for me adalah untuk meluangkan waktu yang lumayan banyak untuk brainstorming ide. Ini caranya bebas. Boleh kamu coba dulu tulis ide sebanyak-banyaknya di kertas, boleh sambil sambil nanya masukan dari teman atau kenalan kamu. Kemarin sih, aku kebetulan emang sudah lama merenung dengan 'matang' mau nulis apa sejak liburan summer, jadi pas semester dimulai, langsung mulai menuangkan ide di komputer. Kamu mungkin saja berbeda. Mungkin kamu punya banyak ide bagus. Aku saranin sih untuk coba semuanya dikembangin menjadi esai secara kasar terlebih dahulu, dan coba suruh teman atau gurumu baca, kira-kira ide apa yang lebih bagus untuk dikembangin lebih jauh. Proses ini  biasanya iteratif, ga linear, dan mungkin saja kamu bisa kedapetan ide yang lebih bagus pas lagi ngembangin esai yang lama. So start early, and make sure to give yourself enough time for revisions (plural!).

    Selain SoP, yang harus kamu perhatikan dengan baik adalah LoR kamu. Biasanya, sekolah-sekolah akan meminta 3 LoR (dan hanya 3, ga boleh lebih, ga boleh kurang. Hanya untuk keadaan khusus saja, kamu boleh kirim lebih dari 3), dan aku saranin minimal 2 dari 3 LoR kamu itu diminta dari profesor atau atasan-mu dimana kamu melakukan riset atau bekerja. LoR yang ketiga bebas, mungkin dari profesor yang kamu pernah ambil kelas sebelumnya atau academic advisor kamu. Kalau bisa, minta dari orang yang bisa memberikan perspektif unik dan segar tentang kamu, yang bisa dikaitkan atau diaplikasikan ke dunia riset (misal leadership and communication skill).

    Apasih yang penting di dalam sebuah LoR?

    Di LoR, penulis surat kamu harus bisa medeskripsikan secara eksplisit apa saja sih kontribusi kamu selama kamu bekerja dengan mereka. Apakah itu lewat publikasi, atau presentasi lah, bahkan aplikasi digital misalnya. Asal mereka bisa menulis kerja nyatamu, beserta work ethic kamu di tempat kerja.

    Nah, apakah riset atau pekerjaan yang kamu kerjakan dengan profesor atau bos di LoR mu harus sesuai dengan bidang PhD yang ingin kamu tekuni?

    Jawabanya TIDAK. Sebagai contoh, riset yang aku tekuni itu sebenarnya sifatnya lebih translasional, sedangkan PhD yang aku ingin tekuni di bidang imunologi sifatnya lebih 'basic' science. Tapi, itu bukan masalah, karena sebenarnya banyak juga yang daftar yang berganti bidang seperti aku, dan itu diperbolehkan. Sekali lagi, yang paling penting adalah bagaimana kamu, sebagai periset atau pekerja, dapat berpikir secara kritis dan menyelesaikan sebuah tugas, apapun tugas itu.

    *GRE itu, kalaupun di-consider nilainya, biasanya hanya sebagai pre-screen, untuk mengurangi jumlah aplikasi yang perlu dibaca oleh pihak sekolah. Karena itu, nilai GREny sebetulnya tidak perlu sempurna. Asal kamu bisa melewati cut-off untuk program tujuan kamu, yang bisa kamu google online, ga perlu retake ujiannya lagi.  Contoh, buat program teknik (engineering), asal verbal dan math kamu diatas 80th and 90th percentile, respectively, you're good to go!

    **
    IP (or GPA) kamu juga sama kayak GRE, buat screen awal. An MIT professor even complained to me, once, on what GPA actually represents. Karena sebenarnya, setiap sekolah grading sistemnya berbeda. Karena mungkin dapat B di MIT itu bisa aja setara dengan dapat A di state universities. Maka dari itu, IP juga sebenarnya tidak terlalu dilihat, asal kamu di atas 3.5-3.6 dari skala 4.0.
  • External fellowships/scholarships are (highly) desirable, but not a prerequisite

    Tentunya, sebagai seorang murid PhD, kamu tidak ingin terbebani dengan uang sekolah dan biaya kebutuhan sehari-hari. Nah di Amerika (seperti yang sudah diceritakan di part 1), PhD itu hampir selalu gratis di sekolah-sekolah ternama. Jadi, kamu tidak perlu mencari beasiswa luar (misalnya LPDP dari pemerintah Indonesia atau bantuan dari perusahaan kamu) untuk dapat membiayai studi kamu. Namun, alangkah lebih baiknya jika kamu mempunyai beasiswa dari luar. Kenapa? Logikanya seperti ini. Bayangkan jika ada dua aplikan yang secara prestasinya mirip, tetapi yang satu punya beasiswa sendiri sedangkan yang satunya lagi harus dibiayai oleh sekolah. Tentunya, jika slot terbatas, akan diambil yang punya beasiswa. External fellowships/scholarships can give you a competitive edge against someone of similar resume, especially as an international applicant. Walaupun begitu, bukan berarti jika kamu tidak punya beasiswa, kamu gak mungkin keterima. I didn't have any prestigious fellowship when I applied, but I got in anyway haha. Yang terpenting, SoP dan LoR kamu bagus, masalah beasiswa ya dipikirin aja ntar. Toh, ketika kamu udah mulai belajar, bakal banyak peluang beasiswa yang bisa kamu dapatkan di Amerika*.  

    Nah, untuk jenis funding kamu, tiap program agak berbeda. Beberapa program di Amerika bakal mengharuskan kamu untuk mengajar (tanpa dibayar) sebagai teaching assistant  selama minimal 1-2 semester. Beberapa program, ketika kamu diterima, itu dengan syarat bahwa kamu harus bekerja dengan profesor tertentu (karena lab itulah yang akan membiayai studi kamu). Umumnya, buat program top di bidang biomedis atau bioengineering, kamu bakal diterima tanpa ikatan dengan lab tertentu, dan pada tahun pertama, kamu melakukan lab rotations, dimana kamu bisa 'mencicipi' beberapa lab/riset (biasanya 3) yang berbeda, masing-masing selama beberapa minggu atau bulan, sebelum akhirnya memilih lab tetapmu untuk 4-5 tahun ke depan. If you're doing lab rotations, a few helpful tips to keep in mind: First, talk your PI (principal investigator) and discuss the potential projects and timeline, mentorship style (i.e hands-off or hands-on) and your goals for PhD (academia or industry). Make sure you're both on the same page, so no conflicts would arise midway through your study. Then, talk to lab members. Make sure the lab has the right, welcoming environment for you to thrive for the next 4-5 years. Research without the external distraction is already hard enough. You don't need that extra drama in your life. 

    * Perlu disebut, jika kamu punya beasiswa dari luar, biasanya kamu akan diberi gaji lebih dari sekolah buat PhD kamu, biasanya 10% dari jumlah beasiswa yang kamu dapatkan. More incentives from the school for you to apply for these external scholarships/fellowships, I guess.

  • Just be yourself at the interviews 

    After days, or even months of procrastination, you finally managed to pull your act together and click the 'submit' button. 

    So what's next?

    You wait. And honestly, it's a break (and momentary relief) well deserved. 

    The admission committees typically work fast. They (faculties and sometimes current PhD students) can process hundreds to thousands of applications fairly efficiently, and you can expect receiving your results in the matter of days or weeks (as a matter of fact, I heard back from Yale, like 4 days after the submission deadline lol).
    For those of you applying for non-biomedical/engineering field, if you made it this far in the process, well first, congrats! You will next hear back about visit weekend, where you will meet your potential advisor and classmates, and face a very tough decision.
    For those of you applying for biomedical/engineering field, however, your wait's not over yet. Instead of visit weekends, you will have interview weekends, where you will be tested, again, but now face-to-face* with the professors (and current students, occasionally) and admitted based on your performance**. 

    Hold up a minute. Kok kayak gak adil ya?! Kenapa kita yang biologi harus diseleksi lagi? 

    Jujur, aku sendiri ga ngerti haha. Kata orang sih, ada yang bilang biar benar-benar pastiin bahwa orang yang keterima itu sesuai dengan yang tertulis di SoP dan LoR mereka. Ada yang juga bilang, ini dites biar tahu kalau muridnya bukan sosiopat (?) Regardless, mereka hanya akan menerima sebagian (30-100%) dari murid yang diundang, and that final decision may very much come down the little details or careless blunders.

    I later found out that that wasn't much the case.

    Aku awalnya lumayan freaked out sih haha. Sampai benar-benar gila persiapannya. Karena takut diuji dan ga bisa jawab, aku sampai hafalin materi yang bahkan ga ada hubungannya sama sekali dengan riset yang aku geluti. I just want to be fully prepared. Tetapi setelah melewati beberapa interview, aku baru sadar. Kok kadang pertanyaanya seperti ini ya? Memang sih ada beberapa profesor yang serius menguji ilmu kamu. Tetapi kebanyakan hanya basa-basi. Malah, aku pernah sekali ketemu yang seperti ini, "Looking at your files, at this point, you're almost guaranteed a spot in our school. So instead of wasting your time, what can I say to convince you to join us here?"

    Ternyata, setelah bertanya-tanya sedikit, rupanya sekolah-sekolah itu memang sudah punya sebuah preferensi untuk siswa-siswi yang diundang. Nah, sebenarnya interview kamu itu tidak akan berpengaruh banyak bagi yang di rank di atas dan di bawah***. Yang celakanya nih, bagi yang rank nya di tengah-tengah. In that case, interview ini memang menjadi alat penguji, and you better be prepared for it. 

    Jadi, apa sebenarnya harus disiapin? Yang paling penting sih adalah riset kamu. Kamu ga perlu tahu hal yang lain, misalnya riset pewawancara kamu atau materi irelevan lainnya, asal kamu bisa menjelaskan segala aspek dan detail dari riset kamu dengan percaya diri, pasti aman.

    "Kalau kita yang sisanya gimana dong kak? Percuma dong capek-capek wawancara kalau sudah di atas atau di bawah?"

    Lah emangnya kamu tahu, kamu ranking-nya berapa? Lakukan saja semua interview dengan sebaik-baiknya. Usahakan juga untuk mengenal profesor atau kandidat PhD lainnya. Mereka mungkin saja akan menjadi teman satu sekolah-mu atau kolaborator di masa depan.

    Biasanya sih, kamu bakal langsung tahu hasil interview dalam 2-3 hari (lewat telpon atau email). And if you received those, then finally congrats to you as well for a job well done.


    my last interview, after 1.5 months on the road and not in class. hiks.

    *the interviews are almost always on-site, but accommodation and transportation, even for international flights, will be reimbursed (to a certain value). So consider it a free trip around the US!

    **sometimes, you may also be asked to give a powerpoint or poster presentation to a bigger audience about your research, in addition to the 1-on-1 interviews. 

    ***as an important note, ingat bahwa ga semua yang diundang mungkin menerima kesempatan yang diberikan. Jadi penting bahwa kalau kamu memang mau bersekolah di situ, untuk sebisanya hadir ke wawancara sekolah tersebut. 
  • Consider all three: Network, Location and Research

    Setelah visit/interview weekend, biasanya kamu akan mulai mendapatkan feel sesungguhnya dari masing-masing sekolah. Kamu tentunya bisa mulai meng-update spreadsheet kamu dengan info-info tersebut. Tetapi, secara umum ada 3 hal penting yang harus kamu perhatikan untuk meraih karir PhD yang ideal: research (school curriculum, research topic, quality of research—which can be defined by the quantity and quality of scientific publications, to name a few—school facility and equipment, quality of mentorship, etc.), location (east coast vs west coast vs midwest, proximity to family and friends, proximity to startups and companies, presence of strong Indonesian community, living cost vs stipend, etc.) and network (school brand, alumni network, professors, and members of your cohort). Aku saranin untuk benar-benar mencari titik temu (fine balance) dari ketiga hal tersebut. Mungkin, untuk beberapa orang, keluarga atau kekasih adalah hal yang sangat penting, jadi lokasi yang lebih diutamakan. Atau mungkin, ada sebuah kesempatan riset yang tak bisa kamu lewatkan di sebuah sekolah. Apapun pilihanmu (which often comes down to gut decision), pilihlah tempat yang bisa membuatmu bahagia (content) buat 5-6 tahun ke depan. Percuma aja sekolah di Harvard, misalnya, jika hidupmu di sana sengsara.  

    Sebagai contoh, aku sendiri memilih Stanford karena selain memiliki departemen imunologi yang sangat bagus, terutama karena di bawah naungan fakultas kedokteran di kampus tersebut, Stanford juga memiliki program engineering yang mungkin terbaik kedua setelah MIT (aku masih segan untuk mengakui ada sekolah teknik yang setara dengan almamater S1 aku haha). Untuk melakukan riset biologi molekuler yang terdepan, tentunya dibutuhkan teknologi khusus dan alat tercanggih  yang hanya dapat ditemui di sekolah jago teknik. Komunitas di Stanford juga umumnya memiliki jiwa entrepreneurship yang kuat (being at the heart of Silicon Valley), dan aku bisa melihat diriku di masa yang akan datang mematenkan hasil temuanku di lab dan membawanya ke masyarakat umum lewat startup dan partnership dengan alumni dan pengajar di Stanford. Alasan terakhirku mungkin agak lucu, tetapi aku bermimpi untuk suatu saat kembali ke Boston dan memulai karir akademik sebagai seorang profesor di MIT ataupun Harvard (walaupun sekarang terdengar mustahil, all my life I had been up against all odds and expectations, so maybe I can continue to defy them? *crossing my fingers*). Mungkin akan lebih baik jika aku pindah ke California supaya dapat membuka wawasan, membangun koneksi baru dan mencari pengalaman hidup yang berbeda di West Coast sebelum kembali menetap di East Coast.
My final piece of advice, is to enjoy the ride. Memang, keseluruhan proses ini bakal ribet dan bikin stres dan capek (pake banget), tapi aku merasa aku belajar banyak dari pengalaman ini, dan tentunya juga masih bersenang-senang dan dapat banyak teman baru (depressingly enough, my birthday this year fell on the first day of Yale interview. Luckily, I had made some friends who were more than willing to 'risk' their chances to celebrate my birthday with me haha). Aku juga bertemu dan berbincang-bincang (pas wawancara dan makan malam) dengan beberapa idola atau bigshot di dunia imunologi (I'm lowkey fangirling hehe). Anyway, feel free to comment down below for questions and I wish you, again, all the best of luck, and hope to see you on the other side some day.  

Comments

  1. Hi Kak! Your story is truly inspiring! I'd like to apply for master's program at some US universities, including MIT. My major might be different from you but I just want to ask for your advice.

    1. Based on your article, do you think I should get funding/scholarship (LPDP) or school first? I'm very anxious and indecisive because am just afraid that when I get the funding first, I may not be able to get my dream school and the other way around, if I get the school, but no funding still it will result that I'm not going to attend the school. Do you have any advice on this?

    2. Do you have any advice on the good structure of SOP? I found a lot of samples and already tried to write one but I always think it's not good enough despite I revise it many times.

    Thanks, Kak!

    ReplyDelete
    Replies
    1. 1. Ideally you would get your LPDP (or any external funding) first before you apply to the schools, though to my knowledge (cmiiw), you have to have your letter admission to apply to LPDP in the first place, which means there's only one way to do it haha. Also check with your school if they have funding for Master's students through RA or TAship.

      2. People tend to have different styles (and please adjust accordingly to the prompt), but I would suggest spending the first two paragraphs talking about your background and motivation. What inspires you to pursue what you're trying to pursue, and why grad school is necessary to achieving that goal. Be as personal and explicit as you can be. And then spend the rest of page talking about your past research/work experiences and how those have prepared you for grad school. Spent 2-3 sentences as well, talking about why are you interested in that particular grad school or program (i.e curriculum, lab, professor, etc)

      Good luck!

      Delete
    2. Thanks for the prompt response, Kak!

      I have one last question if you don't mind. In one of the schools I'm applying for, the admission office requires the applicants to discuss PhD level research questions even for the master's thesis.

      Do you think it's okay to discuss the theoretical debates in the issue/area I'm interested in to give the context to the admission officer or faculty what RQ I'd like to examine im master's program if admitted?

      I'm just afraid that SOP should be made in a language where everybody understands, while dropping theoretical jargons might not enable everyone outside my field to understand.

      Thanks a lot, Kak!

      Delete
    3. You can be as technical as you like, but it's always helpful to elaborate/explain the uncommon terms you're using, with a short sentence or two.

      Delete
    4. Hi again, Kak.

      I'm currently drafting my statement of purpose. I read again your advice and I find that you suggested to spend the first two paragraphs talking about my background and motivation. Do you mean that this part is where I can write my personal story?

      Furthermore, as you have experienced pursuing education in US top school--MIT, do you mind to explain how powerful our personal story can be to convince our application to admission officers, particularly for master's or PhD programs?

      I want to discuss my personaly story that motivates me to pursue grad school in one of the universities in the US and inspires my research question, but some say that SoP is more straightforward and just focused on what we want to research. And they said SoP is different from Personal Statement. This is true, Kak? I'm very confused right now and hopefully you don't mind to give suggestions on this.

      Thanks a lot, Kak!!

      Delete
    5. Yes, you can discuss your personal background/motivation in the first 1-2 paragraphs, then spend the bulk of your statement focusing on your research. Some people may tell you to skip the personal story entirely and just focus on your research. This might work for them, but I don't think this is the case for everyone. If you think that you have a compelling background that is very relevant to the research that you're currently doing /want to pursue, I'd say go for it. It works for me, so I don't see why it shouldn't work for you.

      Delete
  2. Hi,kak! Congratulations! You're very inspiring for me honestly. Reading your blog posts makes me think that i have some chance to pursue my dream education.

    Anyway, Goodluck on your Phd! Have a nice day, kak! :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Best of luck to you too in pursuing your dream school :)

      Delete

Post a Comment